Penelitian Ungkap Cara Kadar Gula Darah Tinggi Meningkatkan Risiko Trombosisi

07 November 2024 14:36
Penulis: Alamsyah, lifestyle
Penemuan ini membuka peluang baru dalam upaya pencegahan trombosis pada penderita diabetes, yang dapat mengurangi risiko komplikasi kardiovaskular yang seringkali mengancam jiwa.

Sahabat.com - Sebuah penelitian yang dilakukan di Center for Research on Redox Processes in Biomedicine (Redoxoma) mengungkapkan bagaimana kadar gula darah tinggi (hiperglikemia), yang merupakan salah satu gejala diabetes, dapat menyebabkan trombosis. Temuan ini dilaporkan dalam artikel yang diterbitkan di Journal of Thrombosis and Haemostasis, dan dapat berkontribusi pada pengembangan strategi untuk mencegah disfungsi kardiovaskular pada penderita diabetes.

Penulis pertama artikel tersebut, Renato Simões Gaspar, menjelaskan bahwa "penyebab utama kematian di Brasil dan banyak negara Latin Amerika lainnya adalah kejadian iskemik, seperti serangan jantung dan stroke, di mana trombosis arteri merupakan faktor pemicu utama. Gangguan kardiovaskular ini dapat muncul akibat beberapa faktor risiko, seperti hiperglikemia, dislipidemia, dan hipertensi. Di antara faktor-faktor ini, hiperglikemia tampaknya memiliki kaitan yang signifikan dengan penyakit kardiovaskular."

Penelitian ini dilakukan selama masa penelitian pascadoktoral Gaspar dan dipimpin oleh Francisco Laurindo, penulis terakhir artikel tersebut. Laurindo adalah profesor di Fakultas Kedokteran Universitas São Paulo (FM-USP) di Brasil dan anggota Redoxoma, sebuah Pusat Riset, Inovasi, dan Penyebaran Ilmu Pengetahuan (RIDC) di Institut Kimia (IQ-USP). Gaspar saat ini mengajar di Universitas Negeri Campinas (UNICAMP).

Menurut para peneliti, hiperglikemia yang berlangsung lama dan asidosis ketoasidosis diabetes (DKA) terkait dengan peningkatan risiko trombosis karena keduanya menyebabkan disfungsi endotelium (gangguan pada lapisan dalam pembuluh darah), yang pada gilirannya memicu proses pembekuan darah dengan mengikat trombosit pada sel endotelium.

Penelitian menunjukkan bahwa peri/episeluler protein disulfide isomerase A1 (pecPDI) mengatur interaksi trombosit-endotelium pada hiperglikemia melalui protein terkait adhesi dan perubahan pada biofisika membran endotelium.

Laurindo menjelaskan, "Kami menemukan bahwa jalur pecPDI di sel endotelium memediasi trombosis pada diabetes ketika hiperglikemia hadir, melalui mekanisme molekuler spesifik yang telah kami identifikasi."

PDI adalah enzim yang terletak di retikulum endoplasma dan memiliki fungsi klasik untuk mengkatalisis pemasangan ikatan disulfida pada protein baru agar terlipat dengan bentuk yang benar, sehingga rantai asam amino membentuk struktur tiga dimensi yang membuat molekul tersebut berfungsi. PecPDI, bentuk PDI yang ditemukan di ruang ekstraseluler, ada di berbagai jenis sel, termasuk trombosit dan sel endotelium. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pecPDI mengatur trombosis dalam beberapa model.

Untuk mempelajari interaksi trombosit-endotelium pada hiperglikemia, para peneliti menciptakan model menggunakan sel endotelium vena umbilikus manusia yang dikultur dengan berbagai konsentrasi glukosa, menghasilkan sel normoglikemik dan hiperglikemik. Kemudian mereka menilai kontribusi PDI menggunakan inhibitor PDI seluruh sel atau pecPDI.

Sel-sel tersebut diinkubasi dengan trombosit dari donor sehat. Hasilnya, trombosit menempel hampir tiga kali lebih banyak pada sel hiperglikemik dibandingkan dengan sel normoglikemik. Penghambatan PDI membalikkan efek ini, dan para peneliti menyimpulkan bahwa proses ini diatur oleh pecPDI pada sel endotelium.

Untuk memahami lebih jauh, mereka memeriksa proses biofisika seperti perombakan sitoskeleton sel endotelium dan menemukan bahwa sel hiperglikemik memiliki serat filament aktin yang lebih terstruktur dengan baik dibandingkan sel normoglikemik. Selain itu, mereka juga mengukur produksi hidrogen peroksida, senyawa pengoksidasi, karena spesies oksigen reaktif diketahui sebagai mediator reorganisasi sitoskeleton dan adhesi sel. Sel hiperglikemik menghasilkan dua kali lebih banyak hidrogen peroksida dibandingkan sel normoglikemik.

Para peneliti kemudian menyelidiki apakah reorganisasi sitoskeleton memengaruhi kekakuan membran sel, karena kekakuan substrat meningkatkan adhesi trombosit. Menggunakan mikroskop gaya atom, mereka membuktikan bahwa sel hiperglikemik lebih kaku dibandingkan dengan sel normoglikemik.

Gambar mikroskop juga menunjukkan pembentukan pemanjangan sel dengan vesikel ekstraseluler yang tampaknya terpisah dari pemanjangan tersebut. Temuan ini mendorong para peneliti untuk memeriksa secretome—sekumpulan protein yang disekresikan oleh organisme ke ruang ekstraseluler—untuk mengetahui apakah protein-protein tersebut dapat meningkatkan adhesi trombosit.

Gaspar menjelaskan, "Tujuan eksperimen ini adalah untuk mendeteksi protein yang hanya diekspresikan oleh atau ada pada sel hiperglikemik, dan bukan pada sel kontrol atau sel yang diberi perlakuan inhibitor PDI."

Dalam secretome tersebut, para peneliti menemukan 947 protein, dan memilih delapan protein yang berperan dalam adhesi sel. Mereka kemudian mematikan ekspresi gen tiga protein ini menggunakan RNA interference dan menemukan dua protein, yaitu SLC3A2 dan LAMC1, sebagai modulasi adhesi trombosit. SLC3A2 adalah protein membran, sedangkan LAMC1 adalah subunit gamma dari laminin 1, komponen penting dari matriks ekstraseluler.

Tim peneliti menyimpulkan bahwa paparan terhadap hiperglikemia menginduksi sekresi protein-protein spesifik yang terkait dengan adhesi, dan bahwa penghambatan PDI serta pecPDI dapat mencegah sel endotelium dari sekresi protein-protein tersebut. Penemuan ini membuka peluang baru dalam upaya pencegahan trombosis pada penderita diabetes, yang dapat mengurangi risiko komplikasi kardiovaskular yang seringkali mengancam jiwa.

0 Komentar

Berita Terkait

Leave a comment