Sahabat.com - Wanita yang mengalami infertilitas tanpa menggunakan perawatan fertilitas cenderung memiliki risiko lebih tinggi untuk mengembangkan sekelompok penyakit yang dikenal sebagai penyakit rematik autoimun sistemik (SARD) dalam kurun waktu sembilan tahun setelah melahirkan secara alami, dibandingkan dengan wanita yang tidak mengalami masalah kesuburan.
Sebuah penelitian baru yang dipublikasikan dalam jurnal Human Reproduction, salah satu jurnal medis terkemuka di bidang kedokteran reproduksi, menunjukkan bahwa temuan ini tetap berlaku meskipun memperhitungkan faktor risiko lain seperti preeklamsia (tekanan darah tinggi saat hamil), kelahiran prematur, dan kelahiran mati, yang sering terkait dengan infertilitas dan perawatannya.
Peneliti dari Universitas Toronto Scarborough, Kanada, mengungkapkan bahwa hasil penelitian ini seharusnya menjadi perhatian bagi dokter untuk lebih waspada terhadap kemungkinan risiko penyakit autoimun sistemik pada wanita yang mengalami infertilitas, yang mungkin belum terdiagnosis atau tidak terawat.
SARD adalah kelompok kondisi langka namun serius, di mana sistem kekebalan tubuh menyerang jaringan tubuh sendiri. Penyakit ini mencakup lupus eritematosus sistemik, sindrom Sjögren, dan miopati inflamasi, yang lebih sering menyerang wanita, terutama pada usia reproduksi mereka.
Penelitian yang dipimpin oleh Dr. Natalie V. Scime, seorang Peneliti Pascadoktoral di ICES (Institut Riset Kesehatan Nirlaba yang berbasis di Toronto) dan Fakultas Kesehatan Masyarakat di Universitas Toronto Scarborough, bertujuan untuk menggali hubungan antara infertilitas dan risiko mengembangkan SARD di masa depan.
"Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa wanita dengan infertilitas sering menunjukkan gangguan dalam sistem kekebalan tubuh, tetapi sedikit yang mengeksplorasi bagaimana hal ini terkait dengan penyakit autoimun. Kami ingin mengetahui apakah infertilitas berhubungan dengan peningkatan risiko SARD, sambil memperhitungkan kondisi kehamilan yang buruk seperti preeklamsia atau kelahiran mati," jelas Dr. Scime.
Tim peneliti menganalisis data dari lebih dari 568.000 kelahiran tunggal antara 2012 hingga 2021 di kalangan 465.000 wanita berusia 18 hingga 50 tahun tanpa riwayat SARD. Data tersebut diambil dari sistem asuransi kesehatan publik di Ontario, yang memungkinkan pelacakan rinci terhadap semua kunjungan medis.
Penelitian ini membandingkan wanita tanpa masalah kesuburan (kelompok referensi) dengan tiga kelompok lainnya: wanita yang mengalami infertilitas tanpa perawatan kesuburan, wanita yang menjalani perawatan kesuburan non-invasif (seperti induksi ovulasi atau inseminasi intrauterin), dan wanita yang menjalani perawatan kesuburan invasif (seperti fertilisasi in vitro atau injeksi sperma intrasitoplasma).
Hasil analisis menunjukkan bahwa wanita dengan infertilitas yang tidak menjalani perawatan kesuburan memiliki kemungkinan 25% lebih besar untuk mengembangkan SARD dalam sembilan tahun setelah melahirkan, bahkan setelah memperhitungkan faktor-faktor lain seperti usia, diabetes, obesitas, endometriosis, kebiasaan merokok, dan komplikasi kehamilan. Menariknya, wanita yang menjalani perawatan kesuburan, baik non-invasif maupun invasif, tidak menunjukkan peningkatan risiko SARD dibandingkan wanita tanpa masalah kesuburan.
"Penemuan ini mengindikasikan bahwa infertilitas mungkin menjadi penanda risiko penting untuk penyakit autoimun pada wanita yang melahirkan. SARD sulit didiagnosis dan sering memerlukan waktu bertahun-tahun untuk diidentifikasi secara tepat. Deteksi dini sangat penting untuk mencegah kerusakan organ dan meningkatkan kualitas hidup pasien," tambah Dr. Scime.
Para peneliti juga mencatat bahwa meskipun mereka menemukan hubungan antara infertilitas dan risiko SARD, hal ini tidak berarti infertilitas secara langsung menyebabkan kondisi tersebut. Infertilitas bisa dipicu oleh banyak faktor, seperti endometriosis, kelainan anatomi reproduksi, atau usia yang lebih tua, yang semuanya dapat memengaruhi hasil penelitian ini.
Keterbatasan penelitian ini termasuk kurangnya data tentang faktor sosial dan gaya hidup wanita. Namun, keunggulan penelitian ini terletak pada ukuran sampel yang sangat besar.
Dr. Hilary Brown, Profesor Madya yang turut mengawasi penelitian ini, menambahkan, "Penelitian ini membuka kemungkinan untuk penelitian lebih lanjut, seperti memeriksa apakah penyebab tertentu dari infertilitas lebih terkait dengan risiko SARD dan memahami jalur biologis yang mungkin menghubungkan keduanya."
0 Komentar
Ibu Hamil Harus Diprioritaskan dalam Program Vaksinasi Pandemi
Amankah Sodium Dehidroasetat Sebagai Bahan Pengawet Makanan?
Sleep Apnea Dapat Mengubah Struktur Otak dan Mempercepat Penuaan
Arnold Schwarzenegger Pernah Mengalami Katup Aorta Bikuspid, Seperti Apa Gejala dan Pengobatannya?
Banyak Wanita Mendapat Nilai Rendah dalam Pola Makan Sehat Selama dan Setelah Kehamilan
Fakta Penting Tentang Flu Burung
Leave a comment