Pilot Pesawat Punya Rahasia Gelap yang Bikin Kaget!

02 Juni 2025 17:05
Penulis: Alamsyah, lifestyle
Sebuah survei anonim yang dilakukan antara 1 September hingga 16 Oktober 2022 lewat serikat pilot utama di Prancis (SNPL) menunjukkan fakta mencengangkan: sekitar seperempat pilot mengalami gejala cemas (25,4%), lebih dari 13% menunjukkan tanda-tanda depresi (13,1%), dan lebih dari sepertiga mengaku menyalahgunakan alkohol (40,1%).

Sahabat.com - Sobat, pernah nggak sih kepikiran gimana stresnya jadi pilot pesawat? Ternyata, para pilot pesawat komersial di Prancis memiliki tingkat kecemasan dan penyalahgunaan alkohol yang cukup tinggi. Iya, kamu nggak salah baca! 

Sebuah survei anonim yang dilakukan antara 1 September hingga 16 Oktober 2022 lewat serikat pilot utama di Prancis (SNPL) menunjukkan fakta mencengangkan: sekitar seperempat pilot mengalami gejala cemas (25,4%), lebih dari 13% menunjukkan tanda-tanda depresi (13,1%), dan lebih dari sepertiga mengaku menyalahgunakan alkohol (40,1%).

Bayangkan, di balik tampilan keren mereka mengenakan seragam, nyatanya banyak yang berjuang melawan tekanan mental. 

“Saya merasa lelah terus-terusan, tapi nggak berani bilang ke dokternya,” keluh seorang pilot yang takut dicabut izin terbangnya jika mengaku punya masalah mental. 

Nah, sejak kecelakaan tragis Germanwings di tahun 2015 lalu—yang penyebabnya ternyata depresi berat kopilot—semua orang mulai sadar: kesehatan mental awak kabin itu penting banget.

Secara rutin, para pilot wajib menjalani pemeriksaan medis tiap tahun demi mendeteksi gangguan fisik maupun kejiwaan. Tapi, karena takut dibilang nggak layak terbang, banyak dari mereka yang menahan diri untuk tidak jujur tentang gejala kecemasan atau depresi. 

Akibatnya, kemungkinan besar angka sebenarnya justru lebih tinggi daripada yang dilaporkan.

Dalam survei tersebut, total ada 1.220 pilot yang mengisi kuesioner lengkap. Rata-rata usianya sekitar 45 tahun, 90,9%-nya pria, dan 51,3%-nya menjabat sebagai kapten. 

Menariknya, hampir setengah dari mereka melayani penerbangan jarak menengah hingga panjang, dengan lebih dari separuh bekerja antara 40–70 jam dalam sebulan terakhir sebelum survei. 

Kemudian, 9,6% mengaku punya riwayat masalah kejiwaan, dan 31,8% punya riwayat penyakit fisik tertentu. 

“Saya sering minum pil tidur buat bisa tidur normal, tapi itu bikin ketergantungan,” ungkap salah satu pilot.

Lebih parahnya, hampir 3% sempat berpikiran untuk bunuh diri dalam setahun terakhir, dan tiga orang bahkan pernah mencoba. Rata-rata tingkat kelelahan mereka dinilai 5,7 dari skala 1 hingga 10. Jadi, wajar saja kalau sekitar 15% pilot mencari bantuan psikolog atau psikiater dalam setahun terakhir, dan 12,5% merasa kesepian menghadapi tekanan sendiri tanpa teman curhat.

Nah, dari 1.220 responden, sebanyak 310 orang menunjukkan skor abnormal pada skala kecemasan (HAD-A ≥ 8). Dari jumlah itu, 14,4% diduga mengalami gangguan kecemasan, dan 11% benar-benar terkonfirmasi mengidapnya. 

Faktor yang berhubungan erat dengan kecemasan ini antara lain sering terbang multi-leg (pesawat berhenti di beberapa kota), tingkat kelelahan tinggi, serta perempuan yang lebih rentan dibanding pria. 

Selain itu, pilot yang merasa terisolasi dan yang tidak berani melapor ke petugas medis penerbangan (AME) juga lebih berisiko. Menariknya, bekerja lebih dari 40 jam dalam sebulan justru menurunkan risiko kecemasan terkonfirmasi—mungkin karena mereka lebih fokus kerja atau memiliki rutinitas yang membantu mengalihkan pikiran.

Beralih ke depresi, ada 159 pilot yang skor HAD-D-nya abnormal (≥ 8). Dari jumlah ini, 8,9% dicurigai depresi, dan 4,2% benar-benar terkonfirmasi depresi. 

Faktor-faktor yang berkaitan dengan depresi antara lain jam kerja, jenis maskapai (apakah low-cost atau nasional), kewarganegaraan (pilot non-Prancis lebih rentan), riwayat medis, masalah keuangan, penggunaan obat tidur, dan rasa kesepian. 

Uniknya, pilot yang rutin mengonsumsi obat tidur lebih dari dua kali seminggu dan yang pernah konsultasi dokter untuk masalah psikologis justru punya risiko depresi lebih rendah—mungkin karena mereka sudah tertangani.

Sementara untuk depresi yang “hanya” dicurigai (skor antara 8–10), faktor pentingnya adalah penggunaan obat jangka panjang, kewarganegaraan, tingkat kelelahan, masalah keuangan, dan kecemasan yang tinggi. 

Jadi, pilot yang belum menikah cenderung lebih sedikit yang dicurigai depresi, mungkin karena dukungan keluarga atau tanggungan yang berbeda.

Kesimpulannya, banyak pilot di Prancis bergulat dengan gejala kecemasan dan depresi, ditambah lagi isu penyalahgunaan alkohol yang mencapai 40,1%. Padahal, kesehatan mental sangat krusial untuk keselamatan penerbangan—bukan hanya untuk diri mereka sendiri, tapi juga penumpang. 

Kabar baiknya, 54% pilot menyatakan mereka akan berani mengungkapkan gejala kejiwaan kalau jaminannya adalah izin terbang mereka tetap aman. 

Jadi, pihak maskapai dan regulator perlu menciptakan lingkungan yang mendukung, agar pilot merasa aman untuk minta bantuan tanpa takut dicabut sertifikat.

Mudah-mudahan ke depan ada program-program yang lebih oke buat mendeteksi dan menangani stres, kecemasan, maupun depresi di kalangan pilot. Biar mereka bisa terbang dengan pikiran yang tenang, dan kamu sebagai penumpang juga bisa duduk santai menikmati penerbangan tanpa khawatir. Yuk, kita dukung kesehatan mental para pilot agar mereka bisa terus mengudara dengan aman dan bahagia!

0 Komentar

Berita Terkait

Leave a comment