Sahabat.com - Menopause sering datang dengan gejala yang membuat hidup terasa kurang nyaman, seperti hot flashes, keringat malam, hingga sulit tidur.
Itulah yang dialami Isabel Kallman, 53 tahun, yang mulai merasakan penurunan hormon alami dalam tubuhnya. Pilihan pengobatan yang ada untuknya adalah terapi hormon menopause. Namun, ia masih ragu karena peringatan risiko pada label obat, mulai dari stroke, demensia, penggumpalan darah, hingga kanker payudara.
Selama ini, Isabel hanya mengandalkan kipas kecil yang selalu ia bawa di dalam tas untuk meredakan gejala sesaat.
Tetapi kini ia mulai mempertimbangkan terapi hormon, apalagi setelah Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) meninjau ulang label peringatan kesehatan pada beberapa jenis pengobatan.
Menurut Dr. Mary Rosser, dokter yang menangani Isabel selama lima tahun terakhir, risiko kanker payudara akibat terapi hormon sebenarnya sudah dibesar-besarkan.
Ia menilai penelitian lama dari tahun 2002 cenderung menyesatkan karena fokus pada perempuan yang sudah lama melewati masa menopause ketika memulai terapi.
"Risikonya terlalu dibesar-besarkan," ujar Dr. Rosser, Direktur Integrated Women’s Health di Columbia University Irving Medical Center.
Hal senada diungkapkan Dr. Céline Gounder, kontributor medis CBS News. Ia menyebut desain penelitian tersebut bermasalah dan memicu kesalahpahaman publik selama bertahun-tahun.
Menurutnya, usia dan dosis adalah faktor penting dalam keamanan terapi hormon.
"Ini contoh nyata bagaimana sains berkembang," jelas Gounder.
Ia menegaskan bahwa terapi hormon adalah cara paling efektif untuk mengatasi banyak gejala perimenopause, asalkan diputuskan bersama dokter dengan melihat kondisi masing-masing pasien.
Rosser menambahkan bahwa terapi sebaiknya dimulai sedekat mungkin dengan menstruasi terakhir pasien dan dapat berlanjut hingga sekitar usia 60 tahun.
Selama sembilan bulan terakhir, ia mendiskusikan manfaat dan risiko dengan Isabel yang memiliki riwayat keluarga kanker payudara. Meski masih ragu, Isabel menyadari terapi hormon bisa menjadi harapannya untuk merasa lebih baik.
"Saya berharap ada kesempatan untuk mencoba, setidaknya untuk jangka pendek," kata Isabel.
Pilihan terapi pun bervariasi, mulai dari estrogen dosis rendah untuk area vagina, hingga terapi seluruh tubuh lewat pil, patch, gel, spray, atau cincin vagina. Cara ini bisa membantu mengurangi gejala seperti hot flashes yang mengganggu aktivitas sehari-hari.
Saat ini, panel FDA mulai mempertimbangkan untuk menghapus beberapa peringatan kesehatan dari label obat terapi hormon karena bukti terbaru menunjukkan manfaatnya cukup besar.
Namun, sebagian ahli masih meminta kehati-hatian dan menginginkan adanya kajian publik lebih lanjut sebelum keputusan diambil.
Meski begitu, Dr. Rosser melihat langkah FDA ini sebagai kabar baik.
"Ini prioritas kesehatan masyarakat, dan ini tanda bahwa FDA menyadarinya," ujarnya.
Terapi hormon memang bukan pilihan untuk semua orang, tapi semakin banyak bukti ilmiah yang menegaskan manfaatnya jika digunakan dengan tepat.
Pada akhirnya, keputusan terbaik tetap ada di tangan pasien bersama dokter yang merawatnya.
0 Komentar
Leave a comment