Rambut dan Darah Bisa Ramal Risiko Anak Alami Depresi dan Cemas, Begini Penjelasan Ahli

22 September 2025 14:05
Penulis: Alamsyah, lifestyle
Anak yang hidup dengan penyakit kronis ternyata tidak hanya menghadapi tantangan fisik, tetapi juga mental. Banyak dari mereka lebih rentan mengalami depresi, cemas, hingga masalah emosional lainnya.

Sahabat.com - Anak yang hidup dengan penyakit kronis ternyata tidak hanya menghadapi tantangan fisik, tetapi juga mental. Banyak dari mereka lebih rentan mengalami depresi, cemas, hingga masalah emosional lainnya. 

Selama bertahun-tahun para ilmuwan mencoba mencari tahu alasannya, dan kini penelitian dari Kanada mulai menemukan jawabannya: tubuh sebenarnya meninggalkan “jejak biologis” yang bisa menjadi petunjuk kesehatan mental anak.

Penelitian dari University of Waterloo mengikuti 244 anak dengan penyakit kronis selama empat tahun. Para peneliti menggunakan sampel rambut untuk mengukur kadar kortisol, yaitu hormon stres yang menumpuk dalam tubuh. 

Hasilnya, lebih dari dua pertiga anak memiliki kadar kortisol tinggi secara kronis dan mereka jauh lebih rentan mengalami depresi dan kecemasan. Sementara itu, anak dengan kadar kortisol lebih rendah cenderung memiliki masalah psikologis yang lebih sedikit.

“Anak dengan penyakit kronis setiap hari menghadapi tantangan, mulai dari minum obat, kehadiran di sekolah, hingga membatasi aktivitas, yang semuanya berdampak besar pada emosi mereka,” jelas Emma Littler, mahasiswa doktoral Ilmu Kesehatan Masyarakat di University of Waterloo sekaligus penulis utama studi ini. 

Ia menambahkan, mengukur kortisol lewat rambut bisa membantu mengidentifikasi anak-anak yang paling membutuhkan intervensi dini.

Hal senada diungkapkan oleh Dr. Mark Ferro, profesor di University of Waterloo. 

Menurutnya, sampel rambut adalah cara yang sederhana dan tidak mengganggu untuk melacak stres. 

“Kortisol pada rambut bisa menjadi biomarker praktis untuk memantau apakah program atau intervensi berhasil menurunkan tekanan psikologis,” ujarnya.

Penelitian lain dalam program MY LIFE melibatkan 263 anak dengan penyakit kronis seperti asma, diabetes, dan radang sendi juvenil. 

Dari jumlah itu, 128 anak memberikan sampel darah untuk dianalisis. Hasilnya menunjukkan pola menarik: kadar protein tertentu dalam darah, seperti G-CSF, berkaitan dengan meningkatnya risiko depresi dan kecemasan, sedangkan GM-CSF berhubungan dengan agresi dan hiperaktivitas. 

Namun tidak semua penanda inflamasi berdampak buruk. Tingginya kadar IL-6 justru berhubungan dengan berkurangnya masalah perilaku dan emosi.

“Temuan ini memberi pelajaran penting bahwa peradangan bisa berperan ganda, ada yang merugikan tapi ada juga yang justru melindungi kesehatan mental,” kata Dr. Ferro.

Fakta lain yang cukup mengejutkan, tingkat masalah psikologis anak tidak banyak dipengaruhi oleh jenis penyakitnya, melainkan lebih pada kondisi kronis yang mereka alami. Artinya, keterkaitan kesehatan fisik dan mental lebih dipengaruhi oleh proses biologis dalam tubuh dibandingkan jenis penyakit tertentu.

Penelitian ini membuka jalan bagi kemungkinan pemeriksaan rutin sederhana, seperti sampel rambut atau darah, untuk memprediksi anak-anak yang berisiko tinggi mengalami masalah kesehatan mental. Dengan begitu, intervensi bisa diberikan lebih cepat sebelum gejala semakin parah. 

Para peneliti menegaskan, menjaga kesehatan fisik anak dengan penyakit kronis tidak boleh dipisahkan dari perhatian pada kesehatan mental mereka.

0 Komentar

Berita Terkait

Leave a comment