Sahabat.com - Penyakit Alzheimer, yang merupakan salah satu penyebab utama kematian pada usia 65 tahun ke atas, saat ini belum memiliki pilihan pengobatan yang efektif untuk memperlambat atau menghentikan progresinya. Penyakit ini, yang menyumbang sekitar 60 hingga 80 persen dari total kasus demensia, mempengaruhi hampir 7 juta orang di Amerika Serikat. Alzheimer ditandai dengan penurunan kognitif progresif, termasuk masalah memori, komunikasi, dan penilaian, serta perubahan pada suasana hati, kepribadian, dan perilaku secara keseluruhan.
Meski prevalensinya sangat tinggi, sampai saat ini belum ada terapi yang bisa secara efektif memperlambat atau menghentikan perkembangan penyakit ini. Para peneliti dari Texas A&M University College of Medicine kini sedang mengeksplorasi terapi baru yang menjanjikan untuk memperlambat perkembangan Alzheimer. Penelitian ini dipublikasikan dalam Journal of Extracellular Vesicles.
Penyakit Alzheimer disebabkan oleh hilangnya neuron secara progresif di otak, yang diduga terkait dengan penumpukan protein patogenik seperti amyloid-beta dan Tau yang terfosforilasi, serta peradangan kronis yang terus-menerus. Amyloid-beta adalah fragmen dari protein yang lebih besar yang disebut amyloid precursor, yang berperan dalam perkembangan otak. Pada penderita Alzheimer, fragmen ini berkumpul di antara neuron dan membentuk plak amyloid-beta, yang mengganggu fungsi neuron. Di sisi lain, protein Tau yang pada otak yang sehat berfungsi untuk menstabilkan dan mengangkut molekul melalui neuron, pada penderita Alzheimer justru saling menempel membentuk kusut neurofibrilari, yang menghambat sistem transportasi neuron tersebut.
Sebagai upaya untuk menangani peradangan kronis yang terjadi pada Alzheimer, tim peneliti yang dipimpin oleh Madhu LN dan Ashok K. Shetty dari Institute for Regenerative Medicine berfokus pada pendekatan non-invasif menggunakan vesikel ekstraseluler yang dihasilkan dari sel induk neuron. Vesikel ini dapat menargetkan sel-sel yang menyebabkan peradangan kronis di otak.
Vesikel ekstraseluler ini berasal dari sel induk neuron yang dihasilkan dari sel punca pluripotent manusia. Sel-sel ini mampu mengeluarkan partikel mikroskopis yang mengandung mikroRNA dan protein, yang dapat membantu mengurangi peradangan di otak. MikroRNA dan protein ini bekerja dengan cara mengatur jalur inflamasi dan proses seluler yang mengendalikan peradangan pada sistem saraf.
Profesor Shetty menjelaskan bahwa faktor-faktor yang dikeluarkan oleh sel-sel induk neuron ini, yang terbungkus dalam vesikel ekstraseluler kecil, dapat digunakan untuk mengobati Alzheimer melalui metode pengiriman intranasal (melalui hidung). “Pendekatan ini efektif karena muatan yang dibawa oleh vesikel ini dapat mengurangi perubahan neuropatologis di otak,” kata Shetty.
Untuk menguji potensi pengobatan ini, tim peneliti mengaplikasikan vesikel ekstraseluler pada model hewan yang menderita Alzheimer tahap awal. Hasilnya menunjukkan penurunan peradangan di otak, lebih sedikit plak amyloid-beta, dan kadar Tau yang terakumulasi juga lebih rendah. Selain itu, terdapat perbaikan dalam fungsi kognitif, memori, dan suasana hati hewan-hewan tersebut.
Penelitian juga menunjukkan bahwa mikroglia, sel imun yang ada di otak, mampu menyerap vesikel ekstraseluler yang diberikan melalui saluran hidung. Mikroglia memainkan peran penting dalam menjaga kesehatan otak dengan merawat sinaps, sambungan antara neuron yang mendukung aktivitas jaringan saraf. Namun, pada penderita Alzheimer, mikroglia yang teraktivasi dapat menyebabkan peradangan berlebihan yang justru merusak neuron.
Temuan menunjukkan bahwa pemberian vesikel ekstraseluler yang berasal dari sel induk neuron dapat mengubah ekspresi gen pada mikroglia terkait Alzheimer, serta mengurangi produksi protein inflamasi yang merusak tanpa mengganggu kemampuan mikroglia untuk membersihkan plak amyloid-beta. Hal ini juga mencegah aktivasi berlebihan dari astrosit, sel otak lain yang dapat menjadi merusak pada penderita Alzheimer.
Shetty juga mengajukan paten untuk penggunaan vesikel ekstraseluler yang berasal dari sel induk neuron ini sebagai terapi intranasal untuk Alzheimer dan gangguan neurodegeneratif lainnya.
Langkah selanjutnya dalam penelitian ini adalah menguji terapi ini pada model hewan yang lebih lanjut, dengan memberikan pengobatan secara berkala pada tahap-tahap berbeda dalam perkembangan Alzheimer, untuk menilai apakah terapi ini dapat memperbaiki fungsi kognitif dalam jangka panjang. Jika uji coba ini berhasil, terapi ini berpotensi untuk menunda perubahan yang terkait dengan Alzheimer serta masalah kognitif yang parah pada manusia hingga 10 hingga 15 tahun setelah diagnosis awal.
“Kami baru memulai perjalanan untuk mengembangkan aplikasi terapi ini untuk penyakit Alzheimer,” kata Shetty.
0 Komentar
Ternyata Makan Semangka Setiap Hari Bisa Bikin Jantung Lebih Bahagia dan Gula Darah Lebih Stabil!
Nggak Cuma Bakar Kalori, Ternyata Ini yang Bikin Olahraga Ampuh Bikin Mental Lebih Bahagia!
Geger! Tanda Awal Kanker Ovarium Akhirnya Terungkap Lewat Kasus Langka di Usia 22 Tahun
Cuma Makan 4 Buah Ini Setiap Hari, Tulang Lebih Kuat & Bebas Patah Tulang? Cek Faktanya!
Leave a comment