Sleep Apnea Dapat Mengubah Struktur Otak dan Mempercepat Penuaan

20 Desember 2024 15:01
Penulis: Alamsyah, lifestyle
Sepuluh tahun setelah tes tidur, pemindaian otak menunjukkan bahwa mereka yang mengalami gangguan tidur terbanyak memiliki ukuran hipokampus yang lebih besar. Peningkatan volume hipokampus ini juga terkait dengan kadar oksigen yang lebih rendah selama tidur.

Sahabat.com - Sleep Apnea, gangguan tidur yang dapat berisiko tinggi bagi kesehatan tubuh, ternyata juga berdampak negatif pada otak. Sebuah studi terbaru mengungkapkan bahwa sleep apnea dapat mempercepat proses penuaan otak, khususnya pada materi putih otak yang berfungsi menghubungkan berbagai bagian otak.

Penelitian yang dipublikasikan pada 18 Desember 2024 di jurnal Neurology menunjukkan bahwa individu dengan sleep apnea cenderung mengalami perubahan pada materi putih otak, yang dapat meningkatkan risiko gangguan kognitif dan demensia. Selain itu, penelitian ini juga mengidentifikasi peningkatan ukuran hipokampus, bagian otak yang berperan dalam memori dan proses berpikir.

Dr. Alberto Ramos, peneliti utama sekaligus ahli saraf dan spesialis pengobatan tidur di University of Miami, menjelaskan bahwa baik penyusutan maupun pertumbuhan otak dapat mengganggu fungsi normal otak, yang pada gilirannya dapat merusak daya ingat dan kemampuan berpikir. 

“Hal ini meningkatkan risiko penurunan kognitif dan demensia,” katanya.

Apnea tidur terjadi ketika seseorang berhenti bernapas selama tidur, yang menyebabkan otak terbangun sementara untuk memulai kembali proses pernapasan. Jika tidak ditangani, kondisi ini dapat meningkatkan risiko penyakit jantung, diabetes tipe 2, penyakit hati berlemak, hingga gangguan suasana hati, menurut Sleep Foundation. 

Namun, penelitian ini mengungkapkan bahwa sleep apnea juga dapat memengaruhi kesehatan otak, meskipun penelitian sebelumnya menunjukkan hubungan yang beragam antara gangguan tidur dan ukuran otak.

Penelitian ini melibatkan hampir 2.700 warga senior Hispanik, dengan rata-rata usia 68 tahun. "Kami memilih populasi Latin karena mereka memiliki risiko lebih tinggi terhadap demensia dibandingkan dengan populasi kulit putih non-Latin," kata Ramos.

Setiap peserta menjalani tes tidur di rumah untuk mengukur gangguan tidur yang mereka alami. Hasilnya, sekitar 56% peserta tidak mengalami masalah tidur, sementara 28% memiliki masalah tidur ringan dan 16% lainnya mengalami gangguan tidur yang lebih parah. 

Sepuluh tahun setelah tes tidur, pemindaian otak menunjukkan bahwa mereka yang mengalami gangguan tidur terbanyak memiliki ukuran hipokampus yang lebih besar. Peningkatan volume hipokampus ini juga terkait dengan kadar oksigen yang lebih rendah selama tidur.

"Temuan kami menggarisbawahi kompleksitas hubungan antara kesehatan tidur dan penuaan otak, serta pentingnya penelitian lebih lanjut yang memantau orang-orang mulai dari usia paruh baya," kata Ramos. 

"Penting untuk memahami bagaimana volume otak dipengaruhi oleh sleep apnea dan gangguan tidur lainnya, agar pasien dapat menerima perawatan yang tepat sejak dini, terutama mereka yang berisiko tinggi terkena demensia," tambahnya.

0 Komentar

Berita Terkait

Leave a comment