Temuan Mengejutkan: Bakteri Usus Bisa Jadi Penyebab dan Solusi Insomnia

13 Agustus 2025 11:37
Penulis: Alamsyah, lifestyle
Para peneliti menegaskan tidak ada efek gen ganda atau pleiotropy yang memengaruhi hasil, sehingga temuan ini dianggap kuat secara kausalitas.

Sahabat.com - Gangguan tidur seperti insomnia ternyata bukan hanya soal pikiran yang gelisah atau tubuh yang sulit rileks.

Sebuah penelitian terbaru yang dipublikasikan di jurnal General Psychiatry mengungkap adanya hubungan dua arah antara jenis bakteri tertentu di usus dan risiko insomnia.

Artinya, beberapa jenis bakteri bisa meningkatkan atau menurunkan risiko insomnia, sementara insomnia itu sendiri dapat memengaruhi jumlah bakteri di usus.

Penelitian ini melibatkan data genetik dari 386.533 orang dengan insomnia, serta data mikrobioma usus dari lebih dari 26 ribu partisipan yang dianalisis melalui dua proyek besar: MiBioGen Alliance dan Dutch Microbiome Project. Hasilnya, ditemukan 14 kelompok bakteri yang berkaitan dengan peningkatan risiko insomnia sebesar 1–4 persen, dan 8 kelompok bakteri yang justru menurunkan risiko hingga 3 persen.

Yang menarik, insomnia juga terbukti mengurangi jumlah 7 kelompok bakteri hingga 79 persen, sekaligus meningkatkan jumlah 12 kelompok bakteri tertentu hingga lebih dari empat kali lipat. Salah satu bakteri yang paling menonjol adalah Odoribacter, yang punya kaitan kuat dengan risiko insomnia.

Para peneliti menegaskan tidak ada efek gen ganda atau pleiotropy yang memengaruhi hasil, sehingga temuan ini dianggap kuat secara kausalitas.

“Hubungan antara insomnia dan mikrobiota usus sangat kompleks dan melibatkan regulasi imun, respon peradangan, pelepasan neurotransmitter, serta jalur molekuler dan seluler lainnya,” jelas tim peneliti.

Mereka juga menambahkan bahwa hasil ini bisa membuka peluang pengembangan terapi berbasis mikrobioma, seperti penggunaan probiotik, prebiotik, atau transplantasi mikrobiota feses untuk membantu penderita insomnia.

Namun, mereka mengingatkan bahwa penelitian ini hanya melibatkan peserta keturunan Eropa, sehingga hasilnya mungkin berbeda pada etnis dan lingkungan lain. Selain itu, faktor gaya hidup dan pola makan yang berpengaruh pada mikrobioma belum diperhitungkan dalam studi ini.

Meski demikian, temuan ini memberi harapan baru bagi jutaan orang yang kesulitan tidur setiap malam.

0 Komentar

Berita Terkait

Leave a comment